Untuk kesekian kalinya saya mampir ke kota Jogja. Tak sekalipun saya merasa bosan, mungkin ini alasan kenapa saya ingin sekali meniti karir di sana, merasakan hidup berdampingan dengan orang jogja. Berangkat dari Jakarta, saya mampir ke Bandung sekedar mengecek administrasi terakhir setelah menyelesaikan masa studi yang hampir lima tahun ini. Hari itu juga dari sore hari "Go Show" di stasiun Kiara Condong, Bandung, saya berdua dengan sahabat saya, Galang, dapat dua tiket ekonomi Kutojaya jurusan stasiun Kutoharjo, Jogja.
Terakhir saya ke kota ini bulan Oktober saat menjalankan misi dari "Aku Cinta Indonesia" yang sebagian besar waktunya dihabiskan di Wonosari. Kali ini saya bersama dengan sahabat saya, menikmati liburan usai tugas akhir di kota kelahirannya. Mengingat sahabat saya ini memang tak pernah jalan-jalan. Semua destinasi yang saya rencanakan, tak ada satupun yang pernah dia kunjungi. Dasar.. padahal dia orang jogja aselik. Karena uang saku yang saya bawa benar-benar seadanya, saya pun selama 5 hari numpang tidur di rumah sahabat saya *selama dulu pernah maen ke jogja, memang selalu numpang sih, hehehe. Keluarganya sangat terbuka dengan kedatangan saya. Sebagai orang yang senang berpergian jauh, mendapat tumpangan untuk beristirahat dan makan bagi saya ini anugerah. Terima kasih ibu Endang, bu lek, mbak Ratri, Yudha dan Laras, sampai berjumpa lagi, kalo ke Jogja pasti saya mampir, Gondolayu Lor sebelah Hotel Santika :D
Hari pertama di Jogja, saya menghabiskan waktu hingga malam hari dengan menikmati kopi campuran coklat dan kayu manis di warkop semesta dengan mbak rosa, petualang ACI asal jogja. Saya kira obrolan kami hanya akan berlangsung satu atau dua jam saja, namun ternyata sampai diatas jam 9 malam kami masih saja asik ngobrol entah ngomongin apa dari A sampai Z. Mengenal seorang perempuan yang jiwa "pecinta alam" nya sangat tinggi, suka naek gunung, pencetus dan petinggi program 1 buku untuk Indonesia, yang suka membawa vespanya kemana-mana dan seorang teman yang asik diajak bercerita. Kalau saya jadi cowo, saya pasti mau banget jadi pacarnya hehehe. Dari mbak rosa, ide untuk ke pantai Timang itu muncul, dan esok harinya benar-benar kejadian hanya dengan bermodalkan info minim dari dia. Terima kasih mbak, sampai jumpa di lain waktu :)
Pagi kedua di Jogja, saya bangun lebih pagi untuk persiapan ke Sendang Sono, sebuah situs ziarah Katholik di daerah Kulon Progo. Lokasinya di barat laut dari kota Jogja. Berawal dari menonton film "3 Hari Untuk Selamanya" karya Riri Riza tahun 2007, terdapat satu adegan yang lokasinya di Sendang Sono. Saat Ambar dan Yusuf saling terbuka dengan masalah mereka. Siang hari kami pun bergegas menuju Gunung Kidul. Menuju pantai yang sudah saya idam-idamkan dari beberapa minggu sebelumnya. Perjalanan yang tidak mudah dan dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat.
Malam minggu, via sms *old skool sekali ya* saya hampir saja berantem sama Uchank, sahabat saya di Jogja dari SMA, gara-gara sepeda. Tapi akhirnya janjian untuk sepedahan bareng di Sunmor dan keliling Jogja jadi juga esoknya. Obrolan kami sangat banyak, seperti biasa ketika kita hanya bisa berhubungan lewat messenger. Mengenal orang seperti dia yang menurut saya kadang-kadang bisa menjadi sangat bijak saat dibutuhkan, hampir 6 tahun kami berteman, sudah banyak sekali saya merepotkan dia. Pesanmu yang akan selalu ku ingat, "Lihatlah di kaca saat wajahmu sedang sedih dan menangis perih, tapi jangan kuatir ada saatnya kala ini kan berakhir". Terima kasih chank, ada satu janji kamu yang saya tunggu nanti kalo kita ketemu lagi. Sampai jumpa nanti :)
Klayar, salah satu destinasi yang saya idamkan dari berbulan-bulan yang lalu. Tapi ga jadi, karena rasanya kurang fun kalo ga nginep di sana. Wen, teman kuliah yang sempat saya jumpai malam sebelumnya sambil minum kopi dan berbagi cerita, pun membatalkan rencana dadakan ke sana. Ga kehabisan akal, Galang pun mengajak saya ke pantai Indrayanti, yang katanya "kuta" nya Jogja. Sehabis dari sana kami pun bertanya sana-sini tentang pantai yang belum terjamah. Tadinya kami mencari info tentang pantai Trenggale, tapi nihil. Kami malah disarankan untuk ke pantai Poh Tunggal yang jaraknya hanya sekitar 3 kilometer dari Indrayanti. Dan memang, di sana sangat sepi sekali. Saya pun di suguhi matahari tenggelam yang cantik di sana. Hari terakhir di Jogja. Terima kasih matahari!
Maybe we do not remember days, but we remember moments.
|
Esoknya, ketika saya harus pulang ke Bandung pagi-pagi menuju stasiun Kutoharjo saya bangun kesiangan. Tiket ekonomi Kutojaya yang gambling ada atau gak pun membuat saya memutuskan untuk kembali ke Bandung naek kereta Kahuripan di stasiun Lempuyangan. Tapi tak disangka, ekonomi Kahuripan pun sudah habis untuk hari itu juga. Mau naik bus Bandung pun sudah telat karena sudah jam tiga lewat. Akhirnya saya putuskan naik kereta bisnis Lodaya malam meski harus merelakan sisa-sisa uang saya di dompet. "Yaelah, gak papa sih. Yang penting kan di Jogja koe udah jalan-jalan, bareng aku lagi." begitu kata Galang. Sore itu sembari nunggu jadwal kereta berangkat masih 4 jam lagi, kami mampir ke Kasongan, makan mie ayam di pinggir jalan, bolak balik Bantul - Kota nyari ATM, dan bercerita sambil bersedih-sedih karena kami bakal susah lagi ketemu. Terima kasih sudah menjadi sahabat saya makan bakso, tugas akhir dan jalan-jalan di Jogja.
No comments
Post a Comment