Jenuh,
Saya hanya sedang tidak ingin melakukan apa-apa. Di hadapan saya, blackbox sedang running untuk retrieve data. Sembari menunggu, saya rebahkan kepala di meja kerja.
What am I doing here?
Saya tidak jenuh kok, saya suka pekerjaan ini. Saya coba memutar film sambil makan siang. Ah.. malas. Saya pegang kepala saya mencoba mengukur temperaturnya, tidak overheat kok. Lalu, kedua mata saya menatap kalender di meja. Ah ya, sudah satu bulan saya tidak bepergian jauh. Tidak, bukan karena itu saya jadi lunglai begini. Sepertinya apapun yang saya lakukan saat ini seperti terkena efek slow motion. Tak ada gairah, lambat.
Dan tiba-tiba ada bisikan di telinga kanan saya. Kamu butuh mood booster, butuh lebih banyak kafein. Dengan setelan sandal jepit sehabis sholat, saya meluncur ke convenience store. Meski sempat lewat starbucks, saya lebih memilih segelas kopi hitam yang harganya lima ribu. Saya hanya butuh kafeinnya saja (sambil menengok lembaran di dompet).
Kopi ini cair. Tidak kental, tidak bisa mengalir pelan di tenggorokan saya. Meski akhirnya saya bisa bangun dari rasa 'malas ngapa-ngapain'. Saya pun teringat kopi kental dengan wanginya yang kuat yang masih saya ingat lima hari yang lalu. Di sebuah warung kopi kecil yang terhimpit diantara toko-toko, di tengah pasar, di Bandung. Warung kopi Purnama namanya yang terletak di Jalan Alketeri, Pasar Baru, Bandung.
Warung kopi Purnama, yang didepannya ada gerobak kembang tahu dan buah mangga. Di sebelahnya ada tukang bubur yang juga tak kalah ramai pengunjung. |
Minggu pagi itu, seperti kebiasaan dulu jaman kuliah. Saya jarang sekali menghabiskan hari minggu dengan berleyeh-leyeh di kostan. Tapi menghirup udara pagi yang bebas ke Car Free Day di jalan Dago. Menikmati weekend di Bandung, saya diajak ngopi ke warung ini. Sebelumnya kami sarapan bubur ayam di sebelah warung ini. Gerobak bubur ayam ini bertengger di trotoar yang selurus dengan warung kopi ini. Sehingga ada beberapa penikmat kopi yang terkadang memesan bubur ayam lalu makan di warung kopi Purnama, dengan menambah biaya sewa duduk sebesar 2 ribu rupiah. Hahaa..
List minuman yang ditawarkan tidak ada yang menarik. Biasa saja. Kopinya pun hanya ada dua macam. Salah satunya kopi hitam. Saya memesannya, dengan ditemani roti srikaya. Saat tiba di meja, aroma kopinya tercium. Teman saya bilang ini namanya kopi aroma, kopi khas Bandung. Saya tak banyak bertanya tentang kopi ini. Seiring jarum jam yang melaju, sudah tiga jam saya duduk di sana dengan mengeluarkan banyak sekali buah pikiran. Yang tercampur aduk dalam perbincangan yang tak ada judulnya. Efek seharga delapan ribu rupiah benar-benar luar biasa. Entah saya sudah bicara apa saja, dari cerita bagaimana saya bisa berenang dari phobia air sampai bagaimana mimpi saya bisa ingin menjelajah Eropa. Cukup panjang jika dituliskan, dan saya pun kembali ke rutinitas, berpacaran dengan si blackbox dan memulai kode-kode bahasa antah berantah. Bisikan itu kembali terdengar, Let's back to work.
Dan ternyata mood booster saya adalah menulis dan kopi.
Sederhana!
Hahahaha.. Mantaaaap !!! Like this :)
BalasHapusnext time bro, kalo ke bandung harus mampir kesni :D
HapusManiak kopi ternyata rek.. ayo, di Flores punya kopi khas yang harum juga apalagi yang tumbukan sendiri ditanggung langsung nagih... :D
BalasHapuskemarin dari toraja pun ngebungkus buat sebulan ini, bulan depan giliran kopi flores :p kalo bisa ketemuan di bajo traktir saya ya om hehe
HapusBeneran ternyata medina kamil emang ngopi disini :))
BalasHapushadeh lo kepoin dia lewat apa emg kok bisa nemu kalo beneran emg dia? haha
HapusDaerah mana mba niken bandung nya?:D
BalasHapussaya tinggalnya di jakarta. kalo kopi purnama ini bisa di temuin didaerah pasar baru bandung, cari aja jalan alketeri.
Hapus