Habis badai terbitlah terang |
Bagaimana jadinya jika sebuah celetukan iseng ajakan untuk ODT (bahasa gaulnya buat one day trip) ke Gunung Batu betulan terjadi esoknya? Yap! Meskipun hujan mengguyur Jakarta sejak semalam dan awan gelap masih menyelimuti langit, kami rela bangun pagi di hari Sabtu yang dingin. Memang dua jam sebelum waktu ketemuan, beberapa sempat ada yang gundah bakal berangkat atau tidak. Tapi salah seorang pemicu trip ini kekeuh berangkat meskipun menggunakan jas hujan. Akhirnya dari yang tadinya cuma berempat kami jadi berdelapan berangkat dengan menggunakan kendaraan roda dua. Dengan kostum lengkap menggunakan jas hujan.
Kami sampai di lapangan parkir Gunung Batu yang ada di Jalan Wanajaya sekitar pukul setengah satu siang. Tentu saja rasa lapar sudah melanda kami, langsung tanpa aba-aba kami mendatangi warung makan yang ada di pinggir jalan. Setelah makan siang, kami menuju masjid yang letaknya tidak jauh dari tempat parkir sembari bersiap-siap untuk trekking.
Hujan-hujan begini, mending tidur dirumah selimutan atau nonton film Korea sambil nyemil.
Begitulah yang ada dalam benak pikiran saya, saat kami memulai perjalanan dan hujan mulai mengguyur lagi. Terpaksa kami trekking lengkap menggunakan jas hujan lagi. Fyuh, jangankan mengeluarkan kamera, kondisi jalanan yang becek dan berlumpur memaksa kita untuk tetap fokus berjalan kaki. Tapi perasaan gelisah karena kondisi yang kurang enak ini hilang sesaat dengan candaan dan keakraban kami yang pecah di antara hujan dan hutan.
Foto kiri (courtesy Ferga): Geng jas ujan. Foto Kanan atas: Mejeng setelah tanjakan pertama. Foto Kanan bawah: Tanah lapang lokasi nenda. |
Kabut, hujan dan angin kencang.
Jalur trekking yang terus menanjak lumayan membuat kami ngos-ngosan. Sudah beberapa bulan kami tidak naik gunung, alhasil yang biasanya ke alfamart saja naik motor, hanya menanjak satu jam saja rasanya bikin dengkul lemes. Sampai di padang lapang tempat mendirikan tenda, kami memulai petualangan menanjak yang sebenarnya. Tali webbing dan baut yang sudah terpasang di batu menandakan kemiringan jalur yang akan kita lewati lebih dari 60 derajat dan kami perlu alat bantuan untuk melewatinya.
Kami hadang segala rintang yang menerjang (Courtesy: Narawangsa) |
Ada tiga jalur yang menggunakan tali dan kami harus satu persatu bergantian naik, tidak bisa berbarengan kecuali ada yang berani tanpa menggunakan tali (kami tidak ingin mengambil resiko). Sesaat setelah jalur pertama, awan hitam dari utara mulai bergerak kearah kami. Kami pun menghentikan langkah kami dan berlindung di alang-alang atau batu untuk menahan angin kencang dan hujan deras.
Satu tim yang sudah naik duluan di tanjakan pertama adalah semua kecuali saya dan Brew. Saya sendiri karena punya penyakit takut ketinggan, menunda untuk naik ditanjakan terakhir sampai badai berhenti. Baru setelah hujan berhenti, kami beranikan diri untuk naik pelan-pelan dibantu kawan kami. Dan... Sampai puncak kabut masih menyelimuti. Kami pun hanya duduk-duduk bercengkerama sambil menunggu awan pergi. Meskipun awal perjalanan kami penuh rintangan, rupanya semesta tetap mendukung kami. Awan dan kabut yang menyelimuti langit mulai pergi, landskap yang terlihat dari puncak Gunung Batu jadi sangat jelas. Sungguh kuasa Tuhan, begitu indahnya pemandangan dari ketinggian 875mdpl ini.
Abaikan coretan yang ada di batu |
Aku duluan turun kebawah, nanti kamu fotoin aku ya! |
Foto terakhir di puncak Gunung Batu yang berselimut kabut |
For your information
Jalur berangkat : Gramedia Depok - Jalan Juanda - Jalan Raya Bogor - Jalan Sentul Raya - Babakan Madang - Jalan Gunung Pancar - Jalan Desa - Jalan Wanajaya - Gunung Batu Jonggol
Jalur pulang : Gunung Batu Jonggol - Jalan Wanajaya - Jalan Gunung Batu - Jalan Selawangi - Jonggol - Cileungsi - Cibubur