Pelancongan kami di Innsbruck tidak masuk dalam daftar itinerary, jadi saat baru tiba kami benar-benar blank tak tentu arah. Bekal nya hanya dari "pernah baca" postingan salah satu anggota grup Backpacker Dunia, lalu saya mencoba mengontaknya lewat pesan di facebook saat dalam perjalanan dari Munich. Karena tidak ada jawaban, yaudah deh kita pasrah saja besok mau gimana.
Saya baru saja mengadopsi berbagai macam jenis tanaman manja dari Diny, seorang pecinta hutan sejati yang ku kenal. Berhubung doi sekarang udah terbang ke Arizona, maka berbagai tanaman hias koleksinya terpaksa harus dijual agar terus terawat. Dan sisanya beberapa tanaman favoritnya jatuh ke rumahku. Katanya ini bukan titipan, tapi hadiah agar saya bisa mengadopsi dan merawatnya, dan jikalau sudah beranak pinak kan bisa dibagi-bagi lagi. Hehe.
Nyasar di kota ini adalah hal yang wajar. Bahkan pakai GPS pun menurut saya ngga akan ngebantu. Mau nanya orang juga susah karena petunjuk jalannya ngga akan membuat kita mengerti. Muter-muter di kota ini selama tiga hari udah cukup membuat ketek kita basah dan kaki bengkak-bengkak. Memang, nyasar adalah salah satu seni dalam traveling, tapi yang satu ini sepertinya ngga bikin kita mau balik lagi ke kota yang katanya bentar lagi akan tenggelam ini, karena faktor tempatnya yang terlalu crowded. Tapi secara keseluruhan, Venice —the romatic city of water, kota ini cukup asik buat dijelajahi terutama bagi para pecinta kota dan bangunan tua.