Thanks to the rain, Old town Takayama yang menjadi salah satu destinasi turis ini tidak terlalu ramai. Kita menjelajah tiap sudut jalan yang lenggang. Sepatu ku sudah terlanjur basah sejak dari Shirakawago (di sini juga hujan seharian). Tangan kiri memegang gagang payung dan tanan kanan menggenggam kamera. Mata ku tertuju ke rumah-rumah Jepang jaman dulu yang memang menjadi salah satu daya tarik kota ini bagi mereka yang ingin menambah sentuhan bergaya tradisional ke dalam daftar itinerary.
Jembatan di atas sungai Miyagawa |
Kenapa kami sempet-sempetin singgah ke Takayama? Karena sejujurnya tidak sengaja saat kami mencari rute alternatif dari Shirakawago menuju Kyoto. Kebanyakan yang tersedia adalah overnight bus. Oh tidak, sudah cukup kami bermalam di bus sebelumnya saat perjalanan dari Tokyo ke Shirakawago. Kami butuh mandi dan istirahat yang nyaman. Dan satu-satunya bus yang bisa menggapai Kyoto sebelum tengah malam adalah bus yang berangkat dari Takayama. Jadi dalam satu hari kami menginjakkan kaki di empat kota, Kanazawa — Shirakawago — Takayama — Kyoto.
Sudah satu jam kami berkeliling dan waktunya kembali ke terminal bus. Sungguh cukup karena kota ini kami anggap sebagai bonus dari perjalanan. Still feels like a dream when I'm writing this story, and this journal is so random. It's only been a week since I came back to Jakarta and there are so many stories I want to tell.
It's not really cool at all bringing these bags back and front in the rain. Sayonara, Takayama! |
Tidak ada komentar
Posting Komentar