Juni, 2017— Ceritanya setelah liburan (baca: mudik) hampir dua minggu di Malang, saya dan Bre meluncur meninggalkan kota ini menggunakan kereta Jayabaya ke arah Jakarta. Saya transit di kota Semarang dan Bre lanjut ke Jakarta. Saya sendiri sengaja melipir ke tempat kelahiran saya ini karena rindu sama adik-adik sepupu yang kebanyakan mereka memang tinggal di Semarang. Sudah tiga tahun saya ngga mudik ke sini karena Mbah Kung dan Mbah putri sudah ngga ada, ke Semarang pun paling ke kondangan sepupu saja. Jadi ingin melepas kangen dengan panasnya kota yang membuat saya bisa mandi sampe tiga-empat kali sehari.
Sampai di Stasiun Poncol, saya dijemput sama Mama, Choir dan Ibas yang sudah semalam berada di Semarang. Malam itu saya langsung menghubungi dua sepupu yang masih SMA untuk mengajak mereka hiking ke air terjun. Tadinya cuma mau ngajakin mereka berdua karena cuma mereka yang paling gede. Tapi ternyata sepupu yang kecil-kecil juga mau ikut, akhirnya terkumpulah delapan bocah yang gembira ria karena mau bertualang bersama Kakak ke Curug Lawe.
Selamatkan Generasi Anak Bangsa Dari Bahaya Kekurangan Piknik
Sebelumnya saya hanya pernah mengajak Ibas yang waktu itu masih SD hiking ke air terjun. Selain itu saya tidak pernah sengaja bawa bocah kecil, karena mikirnya pasti repot. Kali ini saya memberi instruksi ke adik-adik untuk bawa baju ganti dan tas masing-masing. Jam keberangkatan pun sudah saya atur. Pukul 7 pagi teng sudah berangkat, yang telat ditinggal. Hampir deh kakak beradik Silva dan Saskia ditinggal karena telat, emang dua bocah ini sudah paling terkenal sama keset (malas) nya.
Salma dan Silva, yang kiri baru lulus SMA yang kanan masih kelas 1 SMA |
Saat mau berangkat saya cek barang bawaan si adik-adik. Ok, ngga ada masalah. Yang masalah ternyata properti yang si adik-adik pakai ngga sinkron sama medan yang akan kita lewati nanti. Ya sudahlah, mungkin karena ini adalah petualangan pertama bagi mereka untuk masuk hutan. Semoga saja aman.
Kami berangkat dengan terlebih dahulu nge-drop Mama di acara Reunian SMP nya. Selanjutnya saya menjadi penanggung jawab utama buat acara hiking ini. Saya pun diserahi tugas sama tante, untuk menggendong Miyul (panggilan kesayangan buat Damia, si adik paling kecil yang masih kelas 3 SD) kalau dia capek jalan kaki. Hadeuh.
Delapan kurcil yang berdesak-desakan di dalam mobil. Noval cuma keliatan matanya saja, lagi duduk dipangku Kak Ibas. |
Rafi dan Noval, duo bujang kecil yang berantem mulu ini lagi suka cita menikmati angin pegunungan |
Perjalanan ke Curug Lawe membutuhkan waktu kira-kira dua jam dari pedalaman desa, karena rumah mbah Kung jauh dari pusat kota. Kalau dari kota Semarang mungkin hanya butuh satu jam. Lokasinya sendiri berada di kawasan Gunung Ungaran. Untuk bawa mobil kesini dibutuhkan keahlian menyetir yang mumpuni, karena jalan yang dilewati lumayan kecil dan meliak-liuk tajam.
Awalnya kami ragu saat tiba di tempat parkir Curug Lawe karena sepi sekali dan kami tidak melihat pos tiket masuk. Kami pun dihampiri oleh petugas resmi pengurus wisata air terjun di Ungaran dan kami diberikan tiket masuk. Oalah katanya kita datang terlalu pagi, padahal sudah jam setengah 10. Si bapak petugas memberikan kita informasi jarak tempuh perjalanan menuju air terjun kira-kira dua sampai tiga kilometer. Mak! Jauh juga ya. Makanya sebelum kita hiking, saya mengomando adik-adik untuk mengisi perut lagi sebelum jalan (meskipun pagi sudah sarapan) karena kita ngga bawa bekal. Berhubung kios yang buka modelnya macam warung kopi yang paling banter menjual nasi soto, akhirnya mereka pada sarapan pop mie dan indomie goreng telor. Hahaha, kakak yang tidak bertanggung jawab, menjejali mecin di usia pertumbuhan.
Jalur Irigasi |
Sehabis makan kami bersiap jalan dengan meninggalkan barang bawaan yang ngga perlu. Perjalanan dimulai dengan melewati perkebunan cengkeh yang medannya agak menaik. Saya berjalan paling belakang sebagai sweeper yang bertugas memastikan rombongan peserta berada pada posisinya. Hehe. Setelah perkebunan cengkeh, kita menuruni tangga yang sangat curam, dari sini kita akan melewati jalur irigasi yang jaraknya sepertiga dari total tempuh sampai ke air terjun. Jalurnya agak rawan karena di sebelah kiri langsung jurang tanpa pembatas pengaman jalan. Jadi kita harus hati-hati dan jangan ngobrol apalagi selfi-selfi.
Setelah jalur irigasi, kita melewati jalanan bebatuan yang tidak beraturan. Jangan khawatir, kita ngga akan nyasar karena jalurnya cukup jelas. Untuk percabangan juga hanya ada satu, jalur yang menuju air terjun lain yaitu Curug Benowo. Lalu bagaimana cerita sepanjang perjalanan hingga air terjun? Apakah para krucil ini ngerepotin? Oh ternyata diluar dugaan. Semangat dan tenaga mereka yang luar biasa justru menang jauh dari saya yang ngakunya suka hiking ini. Mereka sudah jalan jauh di depan, dan sesekali memanggil saya karena saya tertinggal di belakang. Ya ampun, anak-anak ini ngga ada capeknya ya. Saya pun menertawakan diri, sepertinya sudah faktor U.
Miyul (paling depan), dibelakangnya Rafi kakaknya Miyul, Ibas dan Saskia. Senang sekali ketemu sungai. |
Eh ada sungai lagi, pengen nyebur lagi tapi ngga saya bolehin. Soalnya nanti ngga sampai-sampai. |
Sepanjang perjalananan hingga air terjun, kami hanya dua kali beristirahat. Pertama di toilet umum dan yang kedua di salah satu hilir sungai. Selain itu sesekali adik Miyul berhenti, bukan karena capek tapi lebih karena bosan. "Kak, kok jalan terus sih. Bosen." Hahaha.
Kak Choir juga mulai lelah ngikutin adik-adik. |
Jembatan Cinta yang di sebelah kanan nya jurang yang melihatnya saja membuat jantung berdegup kencang. |
Foto di jembatan cinta, Rafi ngga ikutan karena lagi ngesot di belakang kita. Dia takut ketinggian hahaha.. |
Saat mendekati lokasi air terjun kita akan melewati lembah yang sungguh menawan, membuatku takjub sampai ngga sempat moto. Adik-adik sudah ngga keliatan lagi, mereka begitu bersemangat karena sudah mendengar suara deras air terjun. Mereka pun sudah lupa kalau mereka tadi sempat mengeluh karena bosan berjalan kaki.
Udah instragammable, hashtag nya #CURUGLAWE |
Ngga ada hitungan ketiga, mereka langsung nyebur. Padahal dingin banget ini. |
Miyul, Rafi dan Noval. Tiga bocah paling kecil ini yang paling hebring ketemu air. |
Tim ngga mau nyebur karena ngga ada kamar ganti. |
Seru sekali bertualang bareng adik-adik yang begitu ceria saat libur kenaikan kelas ini. Senang rasanya bisa membawa mereka menikmati alam. Kita kembali menuju pulang dengan membawa banyak memori. Jarak tempuh hingga 5 kilometer pun tak terasa. Makin siang ternyata makin ramai. Kita menghabiskan sisa waktu dengan makan bakso di bawah pohon, sambil bercanda ria menggoda Noval yang katanya hampir jatuh ke jurang di jalur irigasi gara-gara berpapasan dengan bule. Di dalam mobil pun, Rafi dan Noval ngga berhenti ngusilin kakak-kakaknya yang duduk di tengah. Membuatku kesal hingga ku beri ancaman, "Yang ngga mau diem, ngga kakak kasih THR." Siiing~ langsung diam tak bersuara.
Sepertinya air terjunnya lagi turun banyak debet airnya ya... Ah dah lama gak nyampangi Purwodadi dan Semarang buat berburu air terjun.. btw baru tahu aku kalo Niken asli Semarang
BalasHapuslho iya om, satu kampung kita hihihi keren jalur trek ke air terjunnya om, ga nyangka di semarang yg kota nya selalu bikin gerah ini ada sumber air yg segerrrr
Hapus