"Sepertinya besok kita bakal
trekking. Jadi kita musti beli sendal gunung nih." Celotehku malam itu sepulang halal-bihalal ke rumah teman SMA di daerah Dinoyo, Malang. Kami langsung belok ke salah satu toko
outdoor namanya Petualang. Dapat sepasang sendal gunung merk Outdoor favoritku, karena selain harganya murah, dipakainya awet dan
eye catching. Dan aku suka karena warna nya merah muda.
Eh kok jadi ngomongin sendal, gegara ini keinget sendal ini lah saya jadi kepingin nulis, mumpung masih fresh (10 Juni 2019).
Destinasi random ini kami berdua putuskan setelah hampir seminggu lebaran di Malang, nggak pakai banyak mikir karena liburan kami hampir usai. Setelah berbagai konflik dengan para sepupu, akhirnya kami berangkat berdua saja. Hehe, maap ya karena ke pantai kalau nggak nyebur rasanya kurang greget. Jadi kami memilih untuk ciao ke Air Terjun Tumpak Sewu yang ternyata lokasi nya justru lebih dekat dari pantai-pantai selatan yang ada di Kabupaten Malang.
Seperti biasa, setelah ada teknologi ponsel pintar dan jaringan 4G, kami hanya perlu mengandalkan Google Maps untuk mencapai tempat ini. Lagi malas nyari info di blog-blog orang, jadi go where the wind blows saja lah. Kami berangkat pukul 7 pagi, menggunakan sepeda motor tua punya Bapak mertua, karena sepeda motor punya adik saya Choir (yang lagi kuliah di Malang) sering banget kempes dan bocor kalau saya yang bawa, entah kenapa, jadi sudah kapok mau minjem.
Sepanjang jalan yang lumayan halus dan lancar, kami beberapa kali nyasar, karena gapura yang menunjukan lokasi Air Terjun Tumpak Sewu ini biasa saja seperti gang yang hanya dapat dilewati satu mobil. Di gang ini pun kami sempat bolak-balik karena nggak banyak yang lewat dan parkir. Alhamdulillah ketemu setelah kami sampai ujung jalan yang merupakan jalur masuk trek Gua Tetes. Oleh petugas di sana, yang saya tafsirkan ternyata mereka adalah tukang ojek, kami disuruh kembali ke atas jika ingin melihat Air Terjun Tumpak Sewu.
Jalur masuk menuju air terjun dipenuhi oleh pohon salak yang ada di kiri dan kanan jalan yang terasa teduh. Sesekali kami berpapasan dengan ibu-ibu yang menggunakan wedges. "Ini sih biasa aja jalur nya, ngapain beli sendal segala." Batin ku. Setelah berjalan yang kira-kira nggak sampai lima menit lah, kami sampai di lokasi yang dinamakan Panorama Tumpak Sewu Semeru.
Jadi nih, foto-foto Tumpak Sewu yang banyak beredar di dunia maya ternyata diambil nya dari sini dan beberapa spot panorama lain yang masih menjadi rahasia para tour guide di sana. Kalau lagi beruntung, di atas air terjun akan terlihat Gunung Semeru. Berhubung kami sampai nya udah lumayan agak siang (sekitar setengah 10), jadi pemandangan nya menurut ku biasa saja. Malah gemes karena banyak yang merokok dan numpang selfi. Pengen banget nikmatin tapi yang ada jadinya kami cuma nongkrong ngeliatin air terjun sambil makan Weci –Bakwan atau Bala-bala versi Malang yang kami beli masih hangat di dekat lokasi panorama.
|
Udah nih cuma segini aja view nya? |
Setelah weci nya habis, kami mulai jengah. Masa sudah 2 jam naik motor kami cuma ngeliatin air terjun doang, sayang nih sudah bela-belain beli sendal gunung. Kami mencoba mengeksplor sekitar lokasi panorama dan menemukan plang bertuliskan 15:00 Pengunjung Dilarang turun. Cuaca Mendung/ Hujan Rawan Banjir. Wah ini tanda nya kita bisa turun sebetulnya. Let's go.
|
Kacamata nya turun mbak, nunduk terus sih ya |
Awalnya trek masih santai, bisa lah dengan pegang-pegangan dikit sama bambu atau tali. Sampai akhirnya saya musti memasukkan kamera saku saya ke tas.
|
Licin bray |
|
Last photo taken before going down |
Sampai di titik sebelum turun ini sebenarnya kami berbarengan dengan rombongan Buibu yang membawa anak-anak kecil sambil menenteng sepatu dan sendal jepit. Mereka masih galau gitu mau lanjut turun atau nggak, karena saya sendiri juga deg-deg an waktu menuruni tangga. Kalau jatuh, langsung nabrak batu, kan horor. Setelah berhasil turun, selanjutnya kami menyusuri anakan air terjun. Air nya seger banget, muka Bre berubah jadi merona. Senang sekali sepertinya menyusuri jalan menurun ini sambil main air.
Setelah 15 menit berjalan kaki, kami sampai di persimpangan jalan yang ada warung. Dari petunjuk jalan kita disuruh belok kanan. Karena penasaran, akhirnya kami menunggu sebentar sampai kemudian ada segerombol anak muda yang datang bersama seorang ibu-ibu yang berperawakan petualang abis. Saya pun mulai basa-basi mengajak si ibu ngobrol dan beliau bercerita sudah tiga kali ke sini. Insting ku berkata, kalau kita ikutin ibu ini pasti kita bisa tahu tempat-tempat yang tak terduga.
Dan benar kita di ajak nya belok ke kiri. Di sana ada air terjun rahasia di mana kita bisa main gelantungan di akar pohon. Mereka pun dah siap bawa sarung tangan lho. Aduh kita berdua mah akhirya ngeliatin mereka aja seru-seruan bergelantungan.
Dari sana kami kembali ke persimpangan dan melanjutkan perjalanan ke Air Terjun Tumpak Sewu. Sampai pada suatu lembah yang begitu megah, kami melihat sosok warung lagi yang rancangan nya sungguh merusak pemandangan.
|
Tempat saya merangkak dan kepleset diliatin orang-orang |
Kami menyusuri lembah dan sungai yang lumayan besar sehingga beberapa kali kami harus menyebrang.
|
Laper, makan coklat dulu |
Kami sampai di kaki Air Terjun Tumpak Sewu, yang tadi kami lihat dari atas, sekarang kami berada tepat di bawah air terjun yang memanjang memutari lembah. Karena air terjun nya banyak (Tumpak Sewu artinya tumpah seribu) dan cahaya matahari begitu terik maka kemunculan pelangi di sana menjadi fenomena yang biasa.
Di mana-mana wisata air terjun
mah sama, liat air jatuh dari tebing, mendengar suara deras nya, dan lensa kamera menjadi berembun karena buih air. Omong-omong, kenapa di sini nggak di bikin wisata adrenalin, seperti
Waterfall Rappeling aja ya kayak di Air Terjun Sri Gethuk. Pasti seru abis kan tinggi banget ini air terjun nya.
Gimana megah nya air terjun ini, saya tak bisa mengungkapkan nya pakai foto.
Wong sebentar-sebentar harus ngelap sampai lap kacamata saya basah ngga bisa dipakai lagi untuk ngelap.
Saking lebarnya air terjun ini, kami pun hanya bisa menjajah salah satu sudutnya. Nggak bisa terlalu lama juga karena pakaian Bre sudah mulai basah, dan kami belum makan siang!
|
Mas-mas yang ketemu di air terjun terus mereka minta foto bareng (aku jadi berasa artis) lalu nunjukin kita jalan pulang lewat jalur lain. Foto berembun korban air terjun. |
Sekarang kami kepikiran gimana caranya pulang. Rasanya kami nggak begitu yakin dengan jalur turun tadi. Berkat basa-basi sama dua mas-mas baju merah yang dari tadi berswafoto, kami diberi informasi tentang jalur melalui Gua Tetes, karena mereka memang turun dari sana.
|
Mas nya lagi nyuci apa? |
|
Eh ada air terjun lagi |
|
Dan pelangi lagi! |
|
Nemu air terjun lagi (dapat payung cantik) |
|
Yah elah giliran cerah nggak ada embun malah salah fokus |
Dan foto tersebut adalah foto terakhir sebelum kami melanjutkan
trekking jalur menaik yang mana tidak memungkinkan saya untuk memegang kamera saku. Jalur dari Tumpak Sewu ke Gua Tetes lumayan ekstrim, beberapa kali kami jalan di sungai, lalu menyusuri anak sungai yang menaik, dan lumayan horor karena di sana tidak semua jalur setapak. Nggak rekomen
deh kalau ngajak anak-anak ke sini, saya sendiri was-was tiap kali musti merangkak karena jalur yang berbatu dan licin. Tapi seru banget, 3,5 jam
trekking dari turun lembah, susur sungai sampai naik bukit, kami menyimpulkan bahwa ini adalah
trekking terasyik yang pernah kami berdua rasakan. Ketahuan jarang nge-
trek sih jadi trekking begini saja sudah cukup membuat liburan lebaran kami berfaedah.
|
Sampai di tempat parkir kami makan pecel ayam, yang rasanya berkali-kali lipat jadi lebih enak setalah mendaki gunung
Elah cuma bukit doang |
Trus nggak jajan di warung yang bikin rusak pemandangan di depan tebing itu kak?
ReplyDeleteBtw, seru banget main ke Tumpak Sewu. Masih masuk wishlist aku nih. Duh, semoga ketularan kak Niken.
nggak kak lint, soalnya di warung itu ada petugas abal2 yang mintain tiket wkwkwk karena petugas resmi nya cuma yang pas mau masuk ke area goa tetes
Deleteaku juga pengen kesana lagi kak lint, pengen liat panorama tumpak sewu sama semeru pas terbit matahari, soale pas kesana terlalu siang jadi wes biasa ae hehe