Melanjutkan postingan minggu lalu
Berburu Kafe dan Perkopian di Bali Part 1, ada 5 kafe lagi yang kami kunjungi selama tinggal satu bulan di Bali. Daftar kafe-kafe ini masih cocok dijadikan sebagai tempat #WFC atau
Work From Cafe.
Jl. Subak Sari No.18a, Tibubeneng, Kuta Utara, Badung Regency, Bali
Jam buka 07:00 - 18:00
Hari itu rencananya saya dan Hana mau ke pantai mengejar sunset di daerah Kuta. Jadilah kami mencari kafe yang ada di sekitaran sana. Awalnya mau ke Stocked Ice Coffee namun ternyata sedang renovasi. Pilihanku jatuh ke Mora Cafe di daerah Canggu. Sesungguhnya Canggu adalah area yang dipadati kafe dan restoran. Jadi kita musti pintar memilih kafe yang memang bukan incaran anak Jaksel yang main ke Bali, karena biasanya pasti ramai dan berisik. Kafe ini lokasinya di daerah Canggu yang tidak terlalu ramai, sekitar 1 km dari Pantai Berawa. Pas sekali, setelah ngafe kita bisa mengejar sunset ke pantai.
Sepertinya pemilik kafe ini pecinta tanaman. Semua dinding yang menjadi pembatas dengan area luar terurai tanaman sirih gading. Di foto terlihat seperti tanaman palsu karena rapi, padahal semuanya asli. Termasuk juga tanaman yang dipajang di setiap sudut kafe. Warna hijau dari tanaman-tanaman ini secara tidak langsung memberikan ketenangan. Banyak orang menemukan kedamaian dengan melakukan perjalanan ke alam. Konsep kafe dengan membawa tema alam menjadikan orang-orang betah di dalamnya.
Kafe ini tidak memiliki pendingin ruangan karena separuh bagian dinding terbuka. Namun tidak terasa panas, mungkin karena masih dekat dengan pantai jadi ada sedikit angin yang berhembus. Saat kami berada di sana, warung makan sebrang kafe sedang bakar-bakaran dan asapnya masuk ke kafe. Untungnya mereka sudah mempersiapkan tirai penghalang dan sigap memasangnya. Kerja di sini lumayan membuat betah. Background musik nya juga menenangkan, terbukti dari mas-mas bule yang dari tadi main laptop nggak beranjak dari meja di sebelah kita.
Jalan Raya Tegallalang, Gianyar, Bali
Jam buka 09:00 - 21:00
Lagi, saya mendaftar kafe di daerah Ubud. Hari itu saya dan Hana berencana main ke sawah anti becek di Alas Harum. Berhubung masih hari kerja, maka saya mencarikan kafe terdekat buat Bre. Sebelumnya kami mampir dulu ke Warung Mak Juwel (lagi) untuk sarapan nasi campur Bali yang terenak yang pernah kami makan. Lalu setelah menurunkan kami di Alas Harum, ia kerja di Tis Cafe. Kami pun menyusulnya setelah 1 jam main di Alas Harum.
|
Pemandangan sawah berundak-undak dari kafe
|
Wuah, sawah di kafe ini hijau! Saya tertegun karena sawah di Alas Harum tadi gersang. Berdasarkan cerita pak supir yang mengantar kami ke Tis hal itu karena ada konflik antara pemilik sawah dan pihak pemilik kawasan wisata sehingga padinya tidak ditanam.
|
Area kerja santai |
|
Area terbuka untuk haha-hihi bersama teman |
Tis cafe ini semacam kafe tebing, jadi ia tidak melebar ke samping melainkan ke bawah. Tempatnya cukup luas sehingga bisa menampung banyak tamu, tinggal turun tangga saja terus menuju lembah. Di beberapa area malahan ada semacam air terjun mini jadi kita bisa sambil trekking ala-ala dan main air. Ada pelataran yang bisa digunakan juga untuk yoga. Suasana pagi ke siang di kafe ini masih cukup enak. Background musik yang digunakan juga tidak bising jadi cukup nyaman untuk kerja.
Jadi selama di Bali, saya mengunjungi tiga kafe di daerah Kintamani yang merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian 1500 mdpl. Pertama saya dan Bre ke Tegu Kopi, lalu bersama dengan Hana, kami bertiga ke Paperhills dan Ritatkala. Berhubung di Paperhills saya hanya menumpang foto saja (karena waktu itu ngedrop Hana di Paperhills dan kami lanjut berendam ke Toya Devasya), tulisan tentang Paperhills ditulis oleh Hana sendiri. Jadi bagian ini kolaborasi foto saya dan tulisan Hana.
Papperhills, salah satu cafe di daerah kintamani yang kini sedang naik daun. Bukan cuma karena viewnya begitu indah yang tepat menghadap gunung Batur tapi juga karena makanan dan pastrinya yang juga tak kalah enak.
Begitu memasuki cafe, kita disambut oleh view gunung Batur yang begitu memukau terhampar di depan mata. Sama seperti beberapa cafe di daerah Kintamani lainnya yang mayoritas menggunakan kaca-kaca besar sebagai partisi antara cafe dengan area luar yang juga menambah kesan spacious dan estetik serta menonjolkan view yang memang menjadi daya tarik bagi pengunjung.
Dari lantai satu kita bisa menuruni tangga untuk menuju area ourdoor yang terdiri dari sofabed, kursi serta meja yang menyuguhkan langsung pemandangan gunung Batur dengan mata telanjang, tanpa terhalang apapun. Dari area tersebut kita juga bisa langsung menuju area seating restauran yang semi outdoor dengan setting tempat duduk dan meja seperti cafe pada umumnya. Nah, karena ini area outdoor kalian harus bersiap untuk udara dan angin yang semeriwing-semeriwing. Bagi yang tidak tahan dengan angin mungkin bisa memilih seating di area dalam atau di lantai 2 yang menyuguhkan pemandangan yang tidak kalah cantik.
Inilah view dari lantai 2 yang justru menjadi favorit saya. Duduk di salah satu sudut sambil menulis blog dan diselingi membaca buku serta disuguhi pemandangan yang begitu indah, rasanya lengkap sudah cafe hunting saya selama di Bali seminggu ini.
Notes saya dari cafe ini, dikarenakan cafe ini sedang hits, jadi begitu banyak customer yang datang untuk membuat konten. Hilir mudik para content creator mengambil foto dan video. Kebanyakan dari mereka hanya sekedar memesan minum atau hanya take away bakery yang di jual di etalase. Jika kamu ingin menikmati suasana cafe ini atau sekedar me time di tempat secantik ini, saya sarankan untuk memilih seating di area lantai 2. Saat saya di duduk di sana, di sebelah saya hanya ada seorang foreigner yang datang ke Paperhills dan menyibukkan diri dengan laptopnya, serta seorang lagi yang juga datang untuk membaca buku, dan itu sangat menyenangkan.
Pertokoan Dewa Ruci, Jl. Sunset Road No.1, Kuta, Badung Regency, Bali
Jam buka 09:00 - 01:00
Kafe yang memiliki musholla pribadi ini yang membuat Mantra jadi salah satu kafe yang jadi incaran kami untuk berlama-lama. Kafe-kafe di Bali sangat jarang menyediakan ruang untuk ibadah karena memang masyarakat di sini mayoritas beragama Hindu. Kadang kami terpaksa menggelar alas tikar di parkiran atau pulang lebih cepat untuk mengejar waktu sholat.
Kafe ini lokasinya tidak jauh dari bandara Ngurah Rai. Jadi setelah menjemput Danceu di bandara kami langsung cus ke Mantra. Rumah saya dan Danceu di Jakarta masih satu kecamatan, hanya beda kelurahan saja namun kami jarang sekali bisa bertemu. Tapi kami malah kopdar di Bali.
|
Anak Jaksel mencari kafe yang tidak penuh dengan anak Jaksel. |
Area kafe ini cukup luas, apalagi bagian outdoornya. Rasanya bisa bikin acara nikahan di sini, karena semakin sore mataharinya semakin cantik menembus pohon-pohon dan dedaunan. Ruangan indoornya juga lumayan luas, jadi nggak bakal rebutan dengan pengunjung lain iika ingin ngadem di ruangan ber-AC.
10. Tegu Kopi
Jl. Raya Penelokan, Batur Tengah, Kec. Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali
Jam buka 06:00 - 19:00
Pertama kalinya saya dan Bre main ke kafe di Kintamani kami mampir ke Tegu Kopi. Alasan pertama memilih kafe ini karena ada mushollanya. Bisa tenang seharian nongkrong di sini sampai sore. Memang betul kami di sini mulai dari jam sarapan, brunch, makan siang hingga sore hari.
Sayangnya karena mendung terus, Gunung Batur yang jadi lanskap utama kafe-kafe di Kintamani hanya terlihat sebentar saja. Selebihnya kabut terus menyelimuti daerah pegunungan ini. Karena baru pertama kali ke sini, kami salah kostum. Dari info Ferga, dinginnya Kintamani ini tidak jauh dengan Dago Pakar Bandung. Tapi karena mendung dan kabut yang terus turun, kami kedinginan dan untungnya di mobil ada ada raincoat.
|
Area kafe Tegu Kopi di lantai tengah |
Tegu Kopi adalah salah satu kafe yang banyak pengunjungnya apalagi di akhir pekan. Tapi tenang saja, kafe ini cukup luas hingga tiga lantai ke bawah. Kafe ini bersebelahan dengan restoran Grand Puncak Sari di mana kita juga bisa mengaksesnya dari Tegu Kopi. Untuk restorannya biasanya dipenuhi oleh grup wisata atau keluarga. Sedangkan area kafe biasanya tidak terlalu ramai saat hari biasa, seperti foto di atas.Serunya ngafe di sini adalah kita bisa memesan menu makanan di Grand Puncak Sari. Ini pertama kalinya kami makan Mujair Nyatnyat, dan jadi salah satu menu favorit kami di Bali.
|
Lokasi masih di Tegu Kopi. Gunung Batur sudah tertutup kabut. Saya mencoba tidur setelah kenyang makan sepiring nasi goreng. |
Masih ada 5 kafe lagi yang akan saya tulis. Stay tuned!
No comments
Post a Comment